Saturday, May 23, 2009

FILE 114 : Was - Was Kencing Tak Tuntas

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

Terapi Dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasalam Bagi Orang Yang Terkena Penyakit Was-Was Percikan Kencing

.

............



وقال المروزى : وضأت أبا عبدالله بالعسكر فسترته من الناس لئلا يقولوا إنه لايحسن الوضوء لقلة صبه الماء وكان أحمد يتوضأ فلا يكاد يبل الثرى

Al-Marwazi berkata, "Aku membantu Abu Abdillah (Imam Ahmad) berwudhu saat bersama orang banyak, tetapi aku menutupinya dari orang-orang agar mereka tidak mengatakan, 'la tidak membaikkan wudhunya karena sedikitnya air yang dituangkan.' Dan jika Imam Ahmad berwudhu, hampir saja (air bekasnya) tidak sampai membasahi tanah."

.

Khawarij dan Sesuci

Khawarij dikenal dengan sifat berlebih-lebihan mereka dalam segala hal, diantaranya dalam masalah sesuci. Al-Hafizh Ibn Jauzi rahimahullahu dalam Talbis Iblis hal. 20 (cet Dar Fikr, 1421 H) mengisahkan segolongan Khawarij yang berlebih-lebihan dalam masalah sesuci, namanya Al-Makramiyah. Al-Hafizh berkata,

والمكرمية قالوا ليس لأحد أن يمس أحدا لأنه لا يعرف الطاهر من النجس

Dan Al-Makramiyah berkata, “Seseorang tidak boleh bersentuhan dengan orang lain, karena tidak diketahui siapa yang suci dan siapa yang najis”.

Ini Khawarij yang terdahulu, adapun kelompok Khawarij zaman sekarang bermacam-macam lagi perilaku mereka dalam menyerupai nenek moyangnya. Ada yang rela mengepel lantai, mencuci sajadah, pakaian dan sarungnya hanya karena terinjak atau digunakan selain kelompoknya, yang tidak diketahui apakah mereka sesuci ‘dengan gaya mereka’ atau tidak. Padahal kalau kebenaran itu sesuai metode mereka, maka seharusnya mereka cuci juga uang-uang dalam dompet-dompet mereka yang bahkan tidak diketahui dari tangan siapa uang itu sebelumnya?!!, ini suatu yang menggelikan.

Syubhat mereka dizaman ini adalah bahwa orang selain kelompoknya itu jahil (bodoh) dalam masalah sesuci. Padahal jika mereka mau membuka kembali kitab-kitab hadits, lalu memahaminya sebagaimana mestinya, niscaya akan diketahui siapa yang lebih bodoh. Akan tetapi, pada kesempatan ini kita tidak akan membahas masalah tersebut lebih dalam lagi, sebab yang akan kita bahas adalah masalah was-was yang sering menimpa mereka tatkala kencing.

Yaitu was-was : apakah tubuh mereka terkena percikan kencing atau tidak?! Sehingga haruslah mereka bersusah payah dengan menghabiskan berliter-liter air untuk membersihkan was-was mereka itu. Tidak diragukan ini berasal dari syetan, dan kaum muslimin diperintahkan agar menjauhkan diri dari hal semacam ini.

.

Menghilangkan was-was.

Ibnu Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan (1/143 – cet Dar Al-Ma’rifah, 1395 H, tahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi), berkata:

قال الشيخ أبو محمد: ويستحب للإنسان أن ينضج فَرْجَه وسراويله بالماء إذا بال، ليدفع عن نفسه الوسوسة، فمتى وجد بللاً قال: هذا من الماء الذي نضحته، لما روى أبو داود بإسناده عن سفيان بن الحكم الثقفي أوالحكم بن سفيان قال: "كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا بال توضأ وينضح"، وفي رواية: "رأيتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم بال ثم نضح فرجه"، وكان ابن عمر ينضح فرجه حتى يبل سراويله.وشكا إلى الإمام أحمد بعض أصحابه أنه يجد البلل بعد الوضوء، فأمره أن ينضح فرجه إذا بال، قال: ولا تجعل ذلك من همتك، والهُ عنه. وسئل الحسن أوغيره عن مثل هذا فقال: الهُ عنه؛ فأعاد عليه المسألة، فقال: أتستدره لا أب لك! الهُ عنه)

Syaikh Abu Muhammad (Menurut Syaikh Ali Hasan dalam Mawaridul Aman, yang dimaksud adalah Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam kitabnya Dzammul Was-was, kitab ini telah dicetak pada tahun 1923 oleh Al-Mathba'atul Arabiyah, Kairo -pen) berkata, "Dianjurkan bagi setiap orang agar memercikkan air pada kelamin dan celananya saat ia kencing. Hal itu untuk menghindarkan was-was daripadanya, sehingga saat ia menemukan tempat basah (dari kainnya) ia akan berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'." Hal ini berdasarkan riwayat Abu Dawud ((1/43 no. 166, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (1/34) -pen), melalui sanad-nya dari Suryan bin Al-Hakam Ats-Tsaqafi atau Al-Hakam bin Sufyan ia berkata, "Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jika buang air kecil beliau berwudhu dan memercikkan air". Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam buang air kecil, lalu beliau memercikkan air pada kemaluannya"..

Sedangkan Ibnu Umar Radhiyallahu anhu beliau memercikkan air pada kemaluannya sehingga membasahi celananya. Sebagian kawan Imam Ahmad mengadu kepada Imam Ahmad bahwa ia mendapatkan (kainnya) basah setelah wudhu, lalu beliau memerintahkan agar orang itu memercikkan air pada kemaluannya jika ia kencing, seraya berkata, "Dan jangan engkau jadikan hal itu sebagai pusat perhatianmu, lupakanlah hal itu". Al-Hasan dan lainnya ditanya tentang hal serupa, maka beliau menjawab, "Lupakanlah!" Kemudian masih pula ditanyakan padanya, lalu dia berkata, "Apakah engkau akan menumpahkan air banyak-banyak (untuk membasuh kencingmu)? Celaka kamu! Lupakanlah hal itu!".

Penulis berkata: Ini contoh kaum salaf, dan sebaik-baiknya salaf yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam. Barangsiapa merasa bahwa apa yang kaum salaf lakukan itu belum cukup, maka celakalah dia !!..

Ibn Mundzir dalam Al-Ausath berkata,

ذكر استحباب نضح الفرج بعد الوضوء ليدفع به وساوس الشيطان وينزع الشك به

Pembahasan tentang dianjurkannya memerciki kemaluan setelah wudhu agar terhindar dan terlindungi dengannya dari was-was setan dan kebimbangan.

Lalu beliau menyebutkan berbagai hadits dan atsar yang sebagian diantaranya telah disebutkan oleh Ibn Qayyim, dikutip pula perkataan Ibn Abbas, “…seandainya ia menemukan tempat basah (dari kainnya) ia akan berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'.".

Dan dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

لا يبولن أحدكم فى مستحمه ثم يغتسل فيه ». قال أحمد « ثم يتوضأ فيه فإن عامة الوسواس منه.

Janganlah salah seorang diantara kamu kencing di tempat mandinya kemudian mandi (berkata Ahmad) atau wudhu di tempat tersebut, karena sesungguhnya umumnya gangguan was-was itu dari situ”..

Hadits riwayat Abu Daud no. 27 –ini lafazhnya, juga oleh Tirmidzi no. 21 dan Nasa’i no. 36, dishahihkan oleh Al-Albani.

.

Was-was setelah kencing

Ibn Qayyim dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan [kutipan dari Mawaridul Aman] menyebutkan contoh-contoh was-was setelah kencing:.

“… Dan hal itu ada sepuluh macam: As-Saltu/An-Natru (السلت والنتر), An-Nahnahatu (النحنحة), Al-Masyyu (المشي), Al-Qafzu (القفز), Al-Hablu (الحبل), At-Tafaqqudu (التفقد), Al-Wajuru (الوجور), Al-Hasywu (الحشو), Al-Ishabatu (العصابة), Ad-Darjatu (الدرجة)”.

Adapun السلت yaitu ia menarik (mengurut) kemaluannya dari pangkal hingga ke kepalanya. Memang ada riwayat tentang hal tersebut, tetapi haditsnya gharib dan tidak diterima. Dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah dari Isa bin Yazdad dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, maka hendaklah ia menarik (mengurut) kemaluannya sebanyak tiga kali'." Mereka berkata, "Karena dengan as-saltu dan an-natru (keduanya bermakna menarik/mengurut, dalam hal ini mengurut kemaluan) maka akan bisa dikeluarkan sesuatu yang ditakutkan kembali lagi setelah bersuci." Mereka juga berkata, "Jika untuk itu memerlukan berjalan beberapa langkah, lalu ia lakukan, maka itu lebih baik.".

Adapun النحنحة (berdehem) dilakukan untuk mengeluarkan (air kencing) yang masih tersisa.

Demikian juga dengan القفز, yang berarti melompat di atas lantai kemudian duduk dengan cepat..

Sedangkan الحبل yaitu bergantung diatas tali hingga tinggi, lalu menukik daripadanya kemudian duduk.

التفقد yaitu memegang kemaluan, lalu melihat ke lubang kencing, apakah masih tersisa sesuatu di dalamnya atau sudah habis.

الوجور yaitu memegang kemaluan, lalu membuka lubang kencing seraya menuangkan air ke dalamnya.

الحشو yaitu orang tersebut membawa sebuah alat untuk memeriksa kedalaman luka yang dibalut dengan kapas (mungkin juga lidi atau sejenisnya yang dianggap aman), lalu lubang kencing itu ditutup dengan kapas tersebut, sebagaimana lubang bisul yang ditutup dengan kapas..

العصابة yaitu membalutnya dengan kain.

الدرجة yaitu naik ke tangga beberapa tingkat, lalu turun daripadanya dengan cepat..

المشي yaitu berjalan beberapa langkah, kemudian mengulangi bersuci lagi.

Syaikh kami (Ibn Taimiyah - pen) berkata, "Semua itu adalah was-was dan bid'ah." Saya (Ibn Qayyim -pen) kembali bertanya tentang menarik dan mengurut kemaluan (dari pangkal hingga ke kepala kelamin), tetapi beliau tetap tidak menyetujuinya seraya berkata, "Hadits tentang hal tersebut tidak shahih.".

Dan air kencing itu sejenis dengan air susu, jika engkau membiarkannya maka ia diam (tidak mengalir), dan jika engkau peras maka ia akan mengalir. Siapa yang membiasakan melakukannya maka ia akan diuji dengan hal tersebut, padahal orang yang tidak memperhatikannya akan dimaafkan karenanya. Dan seandainya hal ini Sunnah, tentu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam serta para sahabatnya lebih dahulu melakukannya. Sedangkan seorang Yahudi saja berkata kepada Salman, "Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai dalam masalah khira'ah (buang air besar)." Salman menjawab, "Benar!" (Diriwayatkan Muslim). Lalu, adakah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengajarkan hal-hal di atas kepada kita?.

.

Islam itu Mudah

Ibn Qayyim menyebutkan pula: Keterlaluannya orang yang senantiasa was-was termasuk tindakan berlebih-lebihan adalah melakukan sesuatu secara ekstrim (melampaui batas) padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diutus dengan agama yang mudah telah memberi kemudahan di dalamnya..

Di antara kemudahan itu adalah berjalan tanpa alas kaki di jalan-jalan, kemudian shalat tanpa membasuh kakinya terlebih dahulu.

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami tidak berwudhu karena menginjak sesuatu.".

Dan dari Ali Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ia menceburkan dirinya di lumpur hujan, kemudian masuk masjid dan shalat, tanpa membasuh kedua kakinya terlebih dahulu.

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ditanya tentang seseorang yang menginjak kotoran manusia, beliau menjawab, "Jika kotoran itu kering maka tidak mengapa, tetapi jika basah maka ia harus membasuh tempat yang mengenainya.".

Abu Asy-Sya'sya' berkata, "Suatu ketika Ibnu Umar berjalan di Mina dan menginjak kotoran ternak serta darah kering dengan tanpa alas kaki, lalu beliau masuk masjid dan shalat, tanpa membasuh kedua telapak kakinya."

Ashim Al-Ahwal berkata, "Kami datang kepada Abul Aliyah, kemudian kami meminta air wudhu. Lalu beliau bertanya, 'Bukankah kalian masih dalam keadaan wudhu?' Kami menjawab, 'Benar! Tetapi kami melewati kotoran-kotoran.' Ia bertanya, 'Apakah kalian menginjak sesuatu yang basah dan menempel di kaki-kaki kalian?' Kami menjawab, Tidak!' Dia berkata, 'Bagaimana dengan kotoran-kotoran kering yang lebih berat dari ini, yang diterbangkan angin di rambut dan di jenggot kalian?"..

Ibn Qayyim menyebutkan pula: “Sesuatu yang menurut hati orang-orang yang terbiasa was-was tidak baik adalah shalat dengan memakai sandal, padahal ia merupakan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya, beliau melakukan hal yang sama, juga memerintahkannya.

Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan kedua sandalnya. (Muttafaq Alaih)..

Syaddad bin Aus berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Selisihilah orang Yahudi, sesungguhnya mereka tidak shalat dengan memakai khuf dan sandal mereka”.

Imam Ahmad ditanya, "Apakah seseorang shalat dengan memakai kedua sandalnya?" Beliau menjawab, "Ya, demi Allah.".

Sedangkan kita melihat orang-orang yang terbiasa was-was, jika ia shalat jenazah dengan memakai kedua sandalnya, maka ia akan berdiri di atas kedua tumitnya, seakan-akan berdiri di atas bara api, bahkan hingga tidak shalat dengan keduanya”.

.

Berlebihan menggunakan air

Ibnul Qayyim menyebutkan pula: Berlebih-lebihan dalam penggunaan air termasuk di dalamnya berlebih-lebihan dalam penggunaan air wudhu dan mandi..

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dengan sanad hasan, demikian seperti dijelaskan dalam Al-Muntaqa An-Nafis dari hadits Abdillah bin Amr, "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berlalu di samping Sa'd yang sedang berwudhu, maka beliau bersabda, 'Jangan berlebih-lebihan (dalam penggunaan air).' Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah berlebih-lebihan dalam (penggunaan) air (juga terlarang)?' Beliau menjawab, Ya, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir'."

Dan dalam Al-Musnad serta As-Sunan dari hadits Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, "Seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya tentang wudhu. Lalu beliau memperlihatkan padanya tiga kali-tiga kali seraya bersabda, 'Inilah wudhu (yang sempurna) itu', maka siapa yang menambah lebih dari ini berarti ia telah melakukan yang buruk, melampaui batas dan aniaya.".

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya, dari Jabir ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Telah cukup untuk mandi satu sha' air (-/+ 4 mud) dan untuk wudhu satu mud air (- 2 liter)”.

Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Anha disebutkan, "Bahwasanya ia mandi bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari satu bejana yang berisi tiga mud (air) atau dekat dengan itu.".

Abdurrahman bin Atha' berkata, "Aku mendengar Sa'id bin Musayyib berkata, 'Saya memiliki rikwah (tempat air dari kulit) atau gelas, yang berisi setengah mud atau semisalnya, aku buang air kecil dan aku berwudhu daripadanya, serta masih aku sisakan sedikit daripadanya'."

Abdurrahman menambahkan, "Hal itu lalu kuberitahukan kepada Sulaiman bin Yasar, kemudian ia berkata, 'Ukuran yang sama juga cukup untukku'.".

Abdurrahman juga berkata, "Hal itu kuberitahukan pula kepada Abu Ubaidah bin Muhammad bin Amar bin Yasir, lalu ia berkata, 'Demikianlah yang kami dengar dari para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam'." (Diriwayatkan Al-Atsram dalam Sunannya).

Ibrahim An-Nakha'i berkata, "Mereka (para sahabat) sangat merasa cukup dalam hal air daripada kalian. Dan mereka berpendapat bahwa seperempat mud telah cukup untuk wudhu." Tetapi ucapan ini terlalu berlebihan, karena seperempat mud tidak sampai satu setengah uqiyah' Damaskus..

Dalam Shahihain disebutkan, Anas berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu dengan satu mud, dan mandi dengan satu sha' hingga dengan lima mud air."

Dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq berwudhu dengan sekitar setengah mud atau lebih sedikit dari itu..

Muhammad bin Ijlan berkata,

الفقه في دين الله إسباغ الوضوء وقلة إهراق الماء

"Paham terhadap agama Allah (di antaranya ditandai dengan) menyempurnakan wudhu dan menyedikitkan penumpahan air.".

Imam Ahmad berkata, "Dikatakan, pemahaman seseorang (terhadap agama) dapat dilihat pada kecintaannya kepada air."

Al-Maimuni berkata, "Aku berwudhu dengan air yang banyak, lalu Imam Ahmad berkata kepadaku, Wahai Abul Hasan! Apakah kamu rela seperti ini?' Maka aku serta-merta meninggalkan (dari penggunaan air yang banyak)."

.

Akibat was-was.

Ibn Qayyim menyebutkan pula: Abu Daud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari hadits Abdillah bin Mughaffal, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan ada dalam umatku kaum yang berlebih-lebihan dalam soal bersuci dan berdoa."

Jika Anda membandingkan hadits diatas dengan firman Allah, "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-A'raaf: 55)..

Dan Anda mengetahui bahwa Allah mencintai hamba yang beribadah kepada-Nya, maka akan muncullah kesimpulan bahwa wudhunya orang yang was-was, tidaklah termasuk ibadah yang diterima Allah Ta'ala, meskipun hal itu telah menggugurkannya dari kewajiban tersebut, dan oleh sebab itu tidaklah akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan karena wudhunya agar ia bisa masuk darimana saja ia suka.

Di antara kejelekan lain dari was-was yaitu orang yang bersangkutan terbebani dengan tanggungan air yang lebih dari keperluannya, jika air itu milik orang lain, seperti air kamar mandi (umum). Ia keluar daripadanya dengan memiliki tanggungan atas apa yang lebih dari keperluannya. Lama-kelamaan hutangnya semakin menumpuk, sehingga membahayakan dirinya di Alam Barzah dan ketika Hari Kiamat. [akhir nukilan dari Mawaridul Aman].

*****

.

Sumber: rumahku-indah.blogspot.com

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

No comments:

Post a Comment