Friday, October 23, 2009

FILE 135 : Aksesoris Salafi

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

SANDAL SALAFI

Oleh:

Ustadz Aris Munandar (hafidhahullah)

.

Saya pernah mendengar ada seorang yang menamai sandal model atau jenis tertentu sebagai sandal salafi. Demikian pula ada orang yang beranggapan bahwa seorang muslim salafi itu memiliki model penutup kepala yang khas semisal sorban model Yaman atau memakai syamagh khas laki-laki Saudi.

Untuk menilai fonemena di atas mari kita renungkan bersama penjelasan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini. Perkataan beliau ini ada di kitab al Furqon Baina Auliya ar Rohman wa Auliya asy Syaithon hal 65-66 terbitan Maktabah ar Rusyd Riyadh, cetakan kedua tahun 1424 dengan tahqiq dari Salim al Hilali.

وليس لأولياء الله شيء يتميزون به عن الناس في الظاهر من الأمور المباحات فلا يتميزون بلباس دون لباس إذا كان كلاهما مباحا ولا بحلق شعر أو تقصيره أو ظفره إذا كان مباحا

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah-mengatakan,

Para kekasih Allah itu tidaklah memiliki ciri khas dalam penampilan lahiriah yang membedakan mereka kebanyakan anggota masyarakat selama hal tersebut masih dalam ruang lingkup hukum mubah.

Mereka tidaklah memiliki ciri khas berupa model pakaian tertentu selama model pakaian tersebut hukumnya mubah dalam timbangan syariat.

Mereka juga tidak memiliki ciri khas berupa berkepala gundul atau potongan rambut yang pendek ataupun kondisi kuku tertentu selama itu semua hukumnya mubah dalam timbangan syariat.

كما قيل : كم من صديق في قباء وكم من زنديق في عباء بل يوجد في جميع أصناف أمة محمد صلى الله عليه و سلم إذا لم يكونوا من أهل البدع الظاهرة والفجور فيوجدون في أهل القرآن وأهل العلم ويوجد في أهل الجهاد والسيف ويوجدون في التجار والصناع والزراع

Sebagaimana ungkapan sebagian orang yang mengatakan, “Betapa banyak shidiq (manusia bertakwa) yang berpakaian biasa dan berapa banyak zindiq (munafik durjana) yang berjubah”.

Bahkan kekasih Allah itu berasal dari berbagai ragam umat Muhammad-Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- selama mereka bukan bagian dari ahli bid’ah yang sangat jelas kebid’ahannya dan bukan pula bagian dari para pendosa. Ada kekasih Allah yang berasal dari kalangan penghafal al Qur’an, ulama, mujahid, pedagang, pengrajin dan petani.

وقد ذكر الله أصناف أمة محمد صلى الله عليه و سلم في قوله تعالى : { إن ربك يعلم أنك تقوم أدنى من ثلثي الليل ونصفه وثلثه وطائفة من الذين معك والله يقدر الليل والنهار علم أن لن تحصوه فتاب عليكم فاقرؤوا ما تيسر من القرآن علم أن سيكون منكم مرضى وآخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وآخرون يقاتلون في سبيل الله فاقرؤوا ما تيسر منه }

Allah telah menyebutkan berbagai jenis umat Muhammad-Shallallahu ‘alaihi wa Sallam- dalam firman-Nya yang artinya,

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran” (QS. al Muzzammil : 20).

وكان السلف يسمون أهل الدين والعلم : ( القراء ) فيدخل فيهم العلماء والنساك ثم حدث بعد ذلك اسم الصوفية و الفقراء واسم الصوفية : هو نسبة إلى لباس الصوف هذا هو الصحيح

Dahulu di masa Salaf orang-orang yang taat beragama dan berilmu disebut dengan istilah qurra’. Sehingga tercakup dalam istilah qurra’ para ulama dan ahli ibadah. Baru setelah masa salaf muncul istilah shufi dan faqir (baca:shufi). Menurut pendapat yang benar istilah shufi itu diambil dari shuf yang berarti kain wol yang kasar”.

***

Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa seorang muslim salafi itu tidaklah memiliki ciri khas tertentu yang membedakan mereka dari masyarakat sekelilingnya dalam penampilan lahiriah selama penampilan lahiriah yang dimiliki oleh masyarakat sekelilingnya itu hukumnya mubah.

Bukanlah syarat muslim salafi harus memakai peci putih, ghutroh kesukaan orang-orang Saudi, sorban ala Yaman, atau sandal karet model tertentu. Muslim salafi tidak memiliki ciri khas dengan model rumah tertentu, model kendaraan tertentu, model sepatu tertentu, buku tulis tertentu, model hp tertentu dan seterusnya. Tentu dengan catatan selama hal-hal tadi hukumnya mubah dalam timbangan syariat, tidak terlarang karena bendanya (misal sepatu dari kulit babi), karena menjadi ciri khas orang kafir, lawan jenis ataupun orang fasik dan seterusnya. Ingat, sekali lagi selama hal tersebut hukumnya mubah dalam timbangan syariat.

Bahkan menjadikan model penampilan lahiriah tertentu sebagai tolak ukur orang shalih dan bertakwa adalah bid’ah yang dibuat oleh orang-orang shufi. Mereka disebut shufi disebabkan mereka menjadikan pakaian dari shuf atau wol kasar sebagai ciri khas mereka dengan keyakinan itulah ciri khas pakaian orang yang zuhud, shalih dan bertakwa.

Maka sungguh aneh jika ada orang yang demikian anti dengan jalan shufi dalam beragama namun tertular penyakit dan penyimpangan shufi. Ini semua menunjukkan pentingnya ilmu sehingga kita bisa bersikap dan berpandangan yang tepat dan tidak kontradiktif.

*****

Sumber: ustadzaris.com

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

FILE 134 : Sektor Keuangan Publik dalam Islam

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Waktu mengecek milis di e-mail, secara tidak sengaja ada seorang ikhwan yang mengirimkan artikel mengenai penerapan Sistem Perekonomian Syari’ah. Semoga dapat menjadi tambahan ilmu dan pemahaman buat kita semua .. !

……

Assalamu'alaikum warohmatullah wabarokatuh

Ikhwah fillah, sebenarnya pembahasan ini adalah jawaban ustadz pembina pada diskusi Akad Black Market. Di antara berbagai tanggapan yang masuk (10 tanggapan), ustadz Muhammad Arifin Badri memilih salah satu tanggapan yang cukup mewakili keseluruhan dari tanggapan yang masuk, yaitu tanggapan dari Pak Donny. Dan pembahasan kali ini sengaja kami sendirikan dari topik Akad Black Market agar ikhwah bisa fokus mencermati penjelasan ustadz dengan mengabaikan terlebih dahulu berbagai tanggapan yang masuk sebelumnya.

*****

Pertanyaan:

Assalamuálaikum Warahmatullahi wabarokatuh,

Maaf sebelumnya kalo saya ikut nimbrung lagi atas permasalahan ini, karena saya bekerja di lingkup kepabeanan, jadi ada beban moral untuk menulis sebatas pengetahuan yang saya miliki.

Di kepabeanan tidak dikenal istilah Black Market, yang dikenal adalah istilah penyelundupan sebagaimana tercantum dalam Pasal 102 UU No 17/1996 tentang kepabeanan. Dalam pasal tersebut secara rinci dijelaskan kategori tindakan apa saja yang bisa masuk kategori penyelundupan.

Dalam UU tersebut, tidak dikenal istilah jalur resmi atau tidak atau setengah resmi. Yang ada hanya jalur merah dan jalur hijau.

Secara sederhana, siapa saja yang mengimpor atau ekspor yang tidak memberitahukan kepada Bea Cukai (BC) dianggap sebagai penyelundupan. Jadi semua 'resmi' melalui satu pintu masuk, yaitu melalui BC.

Mungkin yg dimaksud setengah resmi oleh Pak Chris adalah impor secara borongan (ini bukan istilah kepabeanan, hanya istilah umumnya). Impor inilah yang diperangi oleh saudara-saudara kita di BC, karena memanipulasi data-data untuk mengurangi pembayaran Bea Masuk (BM).

Menurut hemat saya sebagai seorang awam dalam ilmu Islam, apakah semua harus dipahami secara kaku bahwa kalo agama tidak mengatur berarti halal dan aturan pemerintah boleh dilanggar, apakah kita tidak sebaiknya membuka diri untuk pemahaman sederhana saya.

1. Kalo memang segala aturan yang dibuat oleh pemerintah yang tidak ada dalil atau tidak ada dalam Al Qurán dan Hadits, apakah semuanya boleh dilanggar? saya tidak membayangkan kalo semua rambu-rambu lalu lintas (yang tentunya tidak ada dalilnya) diabaikan atau dilanggar oleh semua orang karena agama tidak mengatur lalu lintas. Berapa banyak orang akan terdzolimi akibat ulah ugal-ugalan pengendara lain, berapa banyak orang meninggal atau luka karena kecelakaan.

2. Saya tidak bisa membayangkan kalo penyelundupan memang dibolehkan oleh agama kita, karena mudharatnya lebih besar. Kita ambil contoh kebijakan pemerintah yang melarang impor pakaian bekas, kalau pakaian bekas dibolehkan masuk, maka selain akan timbul wabah penyakit yang terbawa dalam pakaian bekas itu, industri tekstil kita akan hancur karena kalah bersaing dengan pakaian bekas.

3. BM dipungut agar industri kita bisa bersaing dengan barang impor. Untuk diketahui bahwa BM dikenai lebih tinggi untuk barang jadi, sedang untuk bahan baku sebagian besar BM-nya 0%. Kalo penyelundupan dibolehkan atau BM tidak dipungut, akibat yg timbul sangat besar, yakni industri kita akan gulung tikar dan akibatnya timbul PHK besar-besaran yang tentunya menimbulkan kerawanan sosial. Daya beli masyarakat akan turun dan inflasi akan tinggi.

4. BM dipungut untuk membiayai pembangunan yang tentunya akan dirasakan oleh semua umat, termasuk kita, kalau memang penyelundupan boleh dan BM tidak dipungut, darimana pemerintah membiayai pembangunan infrastruktur yang dinikmati oleh semua umat, termasuk para pengusaha. Dari Zakat? Apakah negara kita yang notabene bukan negara muslim mampu membiayai pembangunan dengan zakat selama masyarakatnya belum sepenuhnya sadar akan pentingnya zakat sebagai pengganti pajak?

5. Dari dalil-dalil yang sudah disampaikan ustadz dan rekan-rekan lain, saya tidak menemukan ada yang menyampaikan dalil yang langsung menyebutkan bahwa Allah atau Nabi Muhammad melarang secara tegas umatnya memungut pajak. Maksud saya sebagai seorang awam, apakah kita tidak sebaiknya melihat secara komprehensif dari kemaslahatan umat dan mudharat yang ditimbulkan daripada keuntungan yang didapat dengan tidak adanya Bea masuk.

Itulah sekedar pemahaman sederhana saya dari sudut pandang muslim yang masih awam, tapi sebagai seorang muslim yang msh awam, kalau kita tidak mau menaati pemerintah terus siapa yang mengatur hubungan antar manusia dalam konteks keduniaan yang belum ada di zaman Rasulullah, seperti aturan kepabeanan, lalu lintas, izin usaha, izin tempat tinggal, dll... pasti kacau kalau tidak ada yang mengatur, karena semua akan saling serobot dan saling mendzolimi satu sama lainnya.

.

Wallahua’lam bisawwab.

Donny E

.

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saudara Donny dan juga saudara-saudaraku lainnya yang telah memberikan komentar seputar masalah hukum perpajakan. Saya ucapkan banyak terimakasih atas masukan dan kritikannya, semoga apa yang saudara sekalian sampaikan menjadi timbangan amal sholeh di sisi Allah.

Langsung saja, dari sekian komentar yang masuk, saya rasa komentar saudara Donny cukup mewakili semua komentar yang ada. Kerenanya, saya cukupkan untuk memberikan tanggapan padanya saja.

Saudara-saudaraku! Sebelum saya memberikan tanggapan lebih jauh, saya harap saudara kembali membaca jawaban saya.

Pada jawaban itu telah saya sebutkan macam-macam pungutan yang dibenarkan dalam Islam.

Sekedar mengingatkan, kembali saya sebutkan disini:

1. Zakat mal, dan zakat jiwa (zakat fitrah). Pungutan ini hanya diwajibkan atas umat Islam. Dan saya yakin anda telah mengetahui perincian & penyalurannya dengan baik.

2. Al Jizyah (Upeti)/pungutan atas jiwa, dikenakan atas ahlul kitab yang berdomisili di negeri Islam.

3. Al Kharaj (semacam pajak bumi) dikenakan atas ahlul kitab yang menggarap tanah/lahan milik negara Islam. Hasil kedua pungutan dari ahlul kitab yang berdomisili di negeri Islam ini digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan Islam.

4. Al 'Usyur atau Nisful 'Usyur, Al 'Usyur (atau 1/10) adalah pungutan atas pedagang ahlul harb (orang kafir yang berdomisili di negeri kafir dan tidak terjalin perjanjian damai dengan negara islam atau bahkan negara kafir yang memerangi negara Islam), dipungut dari mereka seper sepuluh dari total perniagaannya di negeri Islam. Sedangkan Nisful 'Usyur (1/20) adalah pungutan atas para pedagang ahlul zimmah, orang kafir yang menghuni negeri Islam.

Bila saudara-saudaraku sekalian merenungkan baik-baik keempat jenis pungutan ini, saya yakin semua yang saudara permasalahkan akan sirna dengan sendirinya atau minimal jauh berkurang.

Mengapa demikian? Karena jizyah adalah semakna dengan pajak penghasilan yang sekarang dipungut oleh pemerintah, hanya saja jizyah hanya dibebankan kepada non muslim yang tinggal di negara islam. Dengan demikian warga negara yang beragama Islam tidak dipungut pajak penghasilan/ jizyah.

Al Kharaj adalah semacam pajak bumi yang sekarang diberlakukan oleh pemerintah, hanya saja bedanya, al kharaj hanya dikenakan pada bumi yang produktif. Dengan demikian al kharaj lebih ringan dibanding PBB yang diberlakukan oleh pemerintah. Dan pungutan ini juga hanya diberlakukan atas orang-orang non muslim yang berdomisili di negara Islam dan mendapatkan izin untuk menggarap/mengolah sebagian dari lahan negara.

Al 'Usyur atau Nishful 'Usyur adalah semacam pajak perniagaan (penjualan & pembelian) yang diberlakukan oleh pemerintah.

Dengan demikian yang menjadi inti permasalahan bukan pada ada atau tidaknya pungutan, akan tetapi anggota masyarakat yang dibebani pungutan tersebut.

Bila pajak atau bea cukai diberlakukan seperti sekarang yang berlaku di berbagai negara, maka betapa enaknya orang kafir yang tinggal di negeri Islam. Mereka hanya dikenai satu jenis pungutan saja. Sedangkan orang muslim dikenai pajak, bea cukai dan juga masih dipungut zakat mal dan zakat jiwa (fitrah).

Coba saudaraku semua kembali memikirkan fakta ini? Bukankah itu artinya penindasan atas warga muslim? Bukankah ini artinya menganak emaskan non muslim di atas muslim? Relakah anda dengan perlakuan semacam ini?

Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir: manakah yang akan anda dahulukan dan tidak mungkin anda tinggalkan; zakat atau pajak?

Menurut hemat dan perasaan saudara: manakah yang paling besar dampak negatifnya bila dilanggar?

Sebagai warga negara yang baik dan sekaligus sebagai seorang muslim yang benar-benar beriman: manakah yang benar-benar berguna bagi kehidupan umat manusia, anda membayar pajak atau anda membayar zakat?

Manakah yang benar-benar akan mengentaskan kemiskinan dan benar-benar memakmurkan masyarakat: pajak atau zakat?

Saya yakin sebagai seorang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir: anda pasti memilih zakat pada setiap pertanyaan di atas. Zakat benar-benar sampai kepada yang membutuhkan, meningkatkan daya beli masyarakat, mendatangkan keberkahan dalam kehidupan masyarakat?

Masalah fakta yang terjadi di negara kita dan juga di negara lainnya: dimana pemerintah tidak memperdulikan zakat, dan lebih mengutamakan pajak, itu kesalahan siapa? Kesalahan agama atau manusia?

Andai pemerintah yang ada mengelola dan menyalurkan dana zakat sebagaimana yang disyari'atkan dalam agama, niscaya negara menjadi makmur, daya beli masyarakat tinggi, sekolah gratis, pengobatan gratis, dan piutang masyarakat terbayar, TNI & Polri dapat digaji dengan layak, persenjataan dapat dibeli.

Akan tetapi pemerintah malah mementingkan pajak, sehingga tidak berkah, hasil pungutan pajak lenyap ke kantung-kantung sebagian orang, dan konsultan pajak menjadi kaya raya, orang-orang non muslim bisa akal-akalan sehingga bebas pajak (ngemplang pajak) dan seterusnya.

Saudara ingin tahu apa perbedaan antara keduanya: Perbedaannya pada keimanan saudara. Saudara membayar pajak dengan motivasi dari dalam diri anda, iman dan ketakwaan anda menyadarkan anda untuk membayar pajak; Sedangkan pajak, kalaulah bukan keterpaksaaan, mungkin saja 99 % penduduk yang wajib pajak akan ngemplang pajak, makanya mereka meminta para konsultan pajak, guna mengakali besaran kewajiban pajaknya. Bukankah demikian?

Coba kembali saudara cermati: siapakah yang selama ini selalu mengemplang pajak: yang membayar zakat atau yang tidak? Orang Islam atau orang kafir?

Andai pemerintah mengelola zakat dengan baik, mereka tidak perlu dana untuk menyadarkan masyarakat muslim tentang wajibnya zakat. Setiap guru ngaji, ustadz, kyai, guru agama, dan juru dakwah dengan sendirinya menjalankan tugas sosialisasi zakat. Coba saudara tanya ke ustadz atau khatib jum'at di sekitar anda: Siapa yang memerintahkan mereka berceramah, menggalakkan zakat? Mendapat gaji berapa besar mereka dari sosialisasi itu?

Jadi pemerintah hanya memungut, mengelola dan menyalurkannya. Enak bukan?

Masalah perpajakan yang sekarang berlaku di negara kita: Coba anda pikirkan dengan baik, siapakah sebenarnya pemilik pabrik Toyota, Mc Donald, KFC, Sony, Pepsi, dll, yang ada di Indonesia. Apakah itu milik warga muslim atau milik orang-orang kafir, sedangkan orang muslim yang menjadi agen atau PMT (pemegang merek tunggal) hanya sekedar berperan sebagai perwakilan?

Bila demikian, tidak ada masalah memungut pajak dari barang-barang tersebut, karena itu adalah bagian dari perniagaan orang-orang kafir.

Kembali saya bertanya: Milik siapakah CALTEX, Exxon, Shell, Freeport dan yang serupa? Anda pasti sepenuhnya mengetahui bahwa itu adalah milik orang-orang kafir, dengan demikian anda tidak perlu risau dari pungutan pajak yang dibebankan kepada mereka. Bahkan seharusnya, pajak yang dibebankan kepada mereka melebihi yang selama ini dipungut dari mereka. Karena kalau menurut teladan khalifah Umar bin Al Khattab mereka dikenakan 10 % ('usyur) dari total penghasilan mereka.

Jadi saudara tidak perlu khawatir bahwa negara akan kehilangan pendapatannya. Ditambah lagi apa yang saudara dikhawatirkan bahwa negara Islam akan kebanjiran barang dari negara kafir itu tidak ada dasarnya. Karena pemerintah akan memungut 10 % atau minimal 5 % dari total penghasilan perusahan milik orang kafir yang memasarkan barangnya di negeri Islam.

Setelah mengetahui konsep zakat, kharaj, 'usyur atau nishful 'usyur di atas, masihkan ada kekawatiran bahwa negara akan kolaps tidak memilik sumber pendapatan? Atau masihkan ada kekhawatiran bahwa industri dalam negeri (baca = umat islam) akan kalah bersaing?

Ditambah lagi: Coba saudara renungkan fakta masyarakat Islam ini. Umat Islam sekarang ini lebih suka membeli merek ketimbang membeli mutu barang? Saya yakin saudara paham apa yang saya maksud. Betapa sepatu produksi Cibaduyut yang memiliki mutu bagus tak kalah dengan mutu sepatur produksi Italia, akan tetapi susah mencari pasar di negeri sendiri, walau dijual dengan harga murah? Akan tetapi sepatu Italia yang dijual dengan harga mahal, dengan mudahnya dan bahkan masyarakat berebut untuk membelinya?

Bukan sekedar berebut membeli saja, akan tetapi masyarakat juga merasa hebat lebih mulia, terhormat, dan gengsi bila memakai sepatu Italia. Sebaliknya mereka minder bila memakai sepatu Cibaduyut? Inilah sebenarnya yang menjadikan produk dalam negeri hancur berantakan? Loyal & harga diri masyarakat ada pada merek orang kafir dan kehinaan serta keterbelakangan ada pada merek orang muslim atau pribumi?

Oleh karena itu saya harap, saudara tidak mengalihkan duduk permasalahan, sehingga menjadikan saudara kurang dapat memandang permasalahan hukum pajak atas umat islam dengan jernih.

Saudara Donny semoga Allah memberkahi diri saudara dan juga keluarga. Di atas saudara berkata: "BM dipungut untuk membiayai pembangunan yang tentunya akan dirasakan oleh semua umat, termasuk kita, kalau memang penyelundupan boleh dan BM tidak dipungut, darimana pemerintah membiayai pembangunan infrastruktur yang dinikmati oleh semua umat, termasuk para pengusaha. Dari Zakat? Apakah negara kita yang notabene bukan negara muslim mampu membiayai pembangunan dengan zakat selama masyarakatnya belum sepenuhnya sadar akan pentingnya zakat sebagai pengganti pajak?"

Sebagai seorang muslim saya rasa kurang pantas untuk mengatakan perkataan semacam ini tentang syari'at zakat, yang notabene merupakan rukun Islam agama saudara. Coba saudara kembali renungkan ucapan saudara ini! Selanjutnya coba bayangkan: Bila kelak di hari qiyamat saudara berhadapan dengan Allah, anda dimintai pertanggung jawaban atas ucapan ini, apa yang kira-kira akan saudara katakan kepada Allah? Pikirkan baik-baik saudaraku!

Saya memahami mengapa saudara komplain terhadap jawaban saya. Saudara berusaha mecocokkan dan menghukumi syari'at Islam dengan praktek dan fakta negara kita yang anda sendiri mengakui bukan negara Islam. Tidak heran bila saudara tidak menemukan titik temu antara keduanya. Bila saudara membahas syari'at islam, maka hendaknya saudara memandangnya dari sudut keimanan saudara, bukan dari praktek masyarakat atau kesalahan-kesalahan pemerintah yang ada.

Bila saudara berbicara dengan kaca mata iman, saya yakin tidak akan ada kata lain yang keluar dari lisan saudara selain ucapan:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan: 'Kami mendengar dan kami patuh.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Qs. An Nur: 51)

Masalah peraturan lalu lintas, dan yang serupa, maka tidak ada kaitannya dengan pembahasan hukum pajak atas orang Islam. Karena hukum itu mendatangkan maslahat dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan serta tidak bertentangan dengan syari'at Islam.

Akan tetapi pada permasalahan kita terdapat pertentangan: Ketahuilah bahwa setiap negara yang memungut pajak pasti menterlantarkan urusan zakat. Padahal masalah zakat adalah salah satu tugas pokok negara Islam. Sebagaimana setiap negaa yang memungut pajak, pasti tidak membedakan antara muslim dan non muslim, semuanya dipungut, sehingga menjadikan beban warga muslim dua kali lipat dari beban non muslim. Beban pribumi menjadi dua kali lipat dari beban warga asing. Warga non muslim dan non pribumi mendapat perlakuan istimewa, sedangkan warga muslim diperlakukan sebagai anak tiri. Tentu saudara sebagai seorang muslim tidak ridha dengan perlakuan semacam ini. Bila saudara telah memahami ini, niscaya saudara dapat memahami mengapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ صَاحِبَ المُكْسِ فِي النَّارِ. رواه أحمد والطبراني في الكبير من رواية رويفع بن ثابت رضي الله عنه ، وصححه الألباني.

"Sesungguhnya pemungut upeti akan masuk neraka." (Riwayat Ahmad dan At Thobrany dalam kitab Al Mu'jam Al Kabir dari riwayat sahabat Ruwaifi' bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, dan hadits ini, oleh Al Albany dinyatakan sebagai hadits shahih)

Para pemungut upeti dari umat Islam diancam masuk neraka, karena perlakuan ini artinya menyamakan orang muslim dengan orang kafir. Bahkan faktanya, orang kafir lebih dimuliakan dibanding orang islam, karena para pemungut pajak masih juga menganggap orang Islam sebagai orang jahat walaupun telah membayar zakat, bersedekah, seakan zakat tidak ada nilainya di mata para pemungut zakat. Sedangkan orang kafir asalkan telah membayar pajak dianggap sebagai warga negara atau anggota masyarakat yang baik lagi bijak, walaupun ia kafir menyekutukan Allah, tidak perduli terhadap kaum fakir, dan miskin.

Semoga jawaban ini berguna bagi saudara-saudaraku, dan lebih membuka sudut pandang saudaraku sekalian tentang syari'at islam.

Wallahu a'alam bisshowab

------------------------

(Jazakallohu khoyron untuk akhi Marosbi Lamasta atas kiriman artikelnya)

.

Baca Juga :

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Monday, October 5, 2009

FILE 133 : Bantuan untuk Korban Gempa Padang

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

.

Subhanalloh, Allah kembali menguji kita dengan terjadinya musibah gempa di Padang, Sumatera Barat pada Rabu (30 September 2009) kemarin.

Efek gempa ini ditengarai lebih dahsyat daripada gempa Yogyakarta tahun 2006, walaupun belum separah Tsunami tahun 2004 di Aceh.

Mari bersama - sama kita mengulurkan bantuan kepada saudara - saudara kita yang menghadapi dan mengalami musibah tersebut. Baik berupa tenaga maupun harta.

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ


"
.
*****
.


"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]:261)

"

.
.


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"



والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه

“Allah menolong hamba-Nya selama ia gemar menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)

المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضا

“Mukmin itu bagaikan sebuah bagian-bagian bangunan, saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari no. 481, Muslim no. 2585)

Untuk kaum muslimin yang ingin mendapatkan informasi terbaru tentang keadaan terakhir di kota Padang, Pariaman dan sekitarnya atau ingin mengetahui informasi tentang saudaranya di Padang Pariaman dan sekitarnya silahkan menghubungi hotline :

  • Ust. Muhammad Elvi Syam, Lc 0751-7801669 atau
  • POSKO PEDULI BENCANA GEMPA 0751-901300
Bantuan berupa uang dapat disalurkan/ditransfer ke:
  • Bank BNI dengan Nomor Rekening 0091828506 a/n : Muhammad Elvi Syam
  • Bank Syariah Mandiri dengan Nomor Rekening 1537008322 a/n : Arie Priatama

Sumber: dareliman.or.id

Link terkait

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

Thursday, October 1, 2009

FILE 132 : Perjalanan Hidayah Sang Model

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Sara Bokker,

Hidayah Allah untuk Sang Model

.

By Republika Newsroom

Senin, 10 Agustus 2009 pukul 08:53:00

.

Kehidupan glamour dan dunia entertainment merupakan gaya hidup yang mengantarkan penikmatnya pada kemerosotan moral.

''Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya) niscaya disesatkan-Nya. Dan, barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk) niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus.''.

(QS Al-An'am: 39).

Ayat serupa juga dapat ditemukan pada surah Al-Qashash ayat 56, Al-Baqarah ayat 142 dan 272, serta Ali Imran ayat 73.

Ayat ini rupanya tepat disematkan pada Sara Bokker, seorang model, aktris, sekaligus aktivis dan instruktur fitnes. Allah memberikan hidayah dan petunjuk padanya untuk menerima kedamaian agama Islam.

Kehidupannya sebagai seorang model, aktris, dan pelatih fitnes mulai dirasakannya sebagai sebuah rutinitas yang membosankan dan hanyalah gaya hidup semata.

Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serbagemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamor di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.

Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa selama ini dirinya sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi tawanan penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamor.

Dunia entertainment yang telah membesarkan namanya itu tak membuat hidupnya menjadi lebih tenang, damai, dan nyaman. Kerap kali, ia mengalami ketegangan dan kebingungan dalam menjalani hidup. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol menuju ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial, dan mempelajari berbagai agama.

Perkenalannya dengan agama Islam justru diawali ketika banyak orang menganggap agama yang dibawa oleh Rasulullah Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam ini sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, terorisme, pedang, dan lain sebagainya.

Apalagi, saat terjadinya peristiwa pengeboman World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan jaringan Islam. Peristiwa yang menewaskan sekian ribu orang itu begitu membekas di benaknya.

Namun, di balik upaya sekelompok orang mendiskreditkan Islam, Sara Bokker menemukan hidayah Allah. Ia mulai menaruh perhatian besar pada agama Islam. Benarkah agama Islam sebagai tempat teroris?

''Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia,'' papar Sara.

Pandangannya tentang Islam belum berubah. Namun, keinginannya untuk mengenal agama ini begitu kuat. Hingga akhirnya ia pun menemukan sebuah Alquran yang dikemas secara apik. Ia pun kemudian berusaha untuk membaca (terjemahannya--Red) dan mempelajari isinya. Ia mempelajari kehidupan, penciptaan, dan hubungan antara Pencipta (Khalik) dan yang diciptakan (makhluk).

''Isi Alquran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa perlu saya menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor,'' tambahnya.

Inilah kebenaran firman Allah yang tertuang dalam surah al-An'am ayat 125. ''Barang siapa yang dikehendaki Allah untuk diberi petunjuk niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan, barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatan niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.''

Sara Bokker pun mulai menemukan jati dirinya kembali. Jiwanya yang dahulu labil, goyah, dan gampang putus asa secara perlahan bangkit kembali. Ia benar-benar menemukan kedamaian ketika memahami kitab suci Alquran yang selama ini dipandang negatif oleh sekelompok orang Barat. Baginya, Alquran telah memberikan petunjuk dan pencerahan dalam mengarungi kehidupan yang lebih baik.

Maka, tanpa ragu dan bimbang, Sara Bokker, seorang sang model, pelatih fitness, dan aktris yang telah menjadi salah satu public figure, akhirnya mendeklarasikan diri menjadi seorang Muslimah. Asyhadu an Lailaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah.

.

Kedamaian berjilbab

Ia pun memeluk Islam. Ia telah menemukan jalan kebenaran. Dan, Sara Bokker mendapatkan kedamaian dalam Islam. Karena itu, ia pun langsung menunjukkan kecintaannya pada Islam dan berusaha menjalankan segala perintah agama Islam dengan baik dan benar. Ia lalu mengganti dan mengubah penampilannya, dari yang sebelumnya seksi dan memakai baju superketat berganti menjadi pakaian yang bersahaja dengan pakaian yang longgar dan jilbab. Ia menutupi seluruh auratnya.

''Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslimah dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, di mana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini, atau pakaian kerja yang elegan,'' tutur Bokker.

Setelah mengenakan busana Muslimah, terang Bokker, untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar menjadi seorang perempuan. Ia merasakan rantai yang selama ini membelenggunya sudah terlepas dan akhirnya menjadi orang yang bebas.

Tak lama berselang, setahun setelah mengikrarkan diri menjadi Muslimah, Allah menganugerahinya seorang suami yang baik dan bisa mengajak dirinya menjadi Muslimah yang taat beribadah.

Dengan dukungan suaminya, ia pun menggunakan jilbab lengkap dengan cadarnya (burqa). Kendati suaminya telah menyampaikan bahwa jilbab hukumnya wajib, sedangkan cadar tidak wajib, Sara Bokker yakin dengan bercadar, dirinya akan makin nyaman. Karena itu, ia pun mengambil keputusan menjadi Muslimah yang sesungguhnya.

''Alasannya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja,'' kata Bokker.

.

Perjuangkan Kebebasan Berbusana Muslimah

Tak lama setelah ia mengenakan pakaian Muslimah lengkap dengan cadarnya, media massa setempat banyak memberitakan pernyataan dari para politikus, pejabat Vatikan, serta kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa cadar (niqab atau burqa) adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial, dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai pertanda keterbelakangan.

Sara tak mau ambil peduli. Ia menganggap pernyataan sang pejabat tersebut sangat munafik. ''Pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para pejuang kebebasan itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar,'' kritiknya.

Sara Bokker yang kini berganti menjadi Muslimah berjanji akan terus aktif di dunia perempuan dan feminis. Ia sebagai seorang feminis Muslim yang berseru kepada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh kepada suami-suami mereka agar menjadi seorang Muslim yang baik. Selain itu, mereka juga membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia.

Di samping itu, Sara Bokker juga menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemungkaran, menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, memperjuangkan hak berjilbab ataupun bercadar, serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya.

Ia mengungkapkan, banyak mengenal Muslimah yang mengenakan cadar dari kaum perempuan Barat yang lebih dulu menjadi mualaf. Beberapa di antaranya, kata Sara Bokker, bahkan belum menikah. Kendati sebagian keluarga dan lingkungan mereka menentang penggunaan cadar, '' Mereka tetap menganggap bahwa mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri,'' tegasnya.

Jika sebelumnya bikini dan kehidupan glamor ala Barat menjadi simbol kebebasan dirinya dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, kini simbol-simbol kebebasan tersebut tidak lagi membuatnya merasa bahagia dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat.

Mulai saat ini, kedua simbol kebebasan tersebut telah digantikan dengan busana Muslimah lengkap beserta cadar, yang menurutnya, adalah sebuah simbol baru bagi kebebasan perempuan dalam mencari jati dirinya dan yang berhubungan dengan sang Pencipta.

''Kepada kaum perempuan, janganlah mudah menyerah kepada stereotipe negatif yang ditujukan kepada pakaian Muslimah ini. Karena, Anda (sekalian) tidak akan mengetahuinya ada yang hilang dari diri Anda.'' (Irg/dia/sya/taq)

*****

Sumber: republika.co.id

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin